TAKDIR

JUNGWOO POV

Hari ini adalah hari yang sangat dinanti olehku. Tepat pada hari ini aku resmi menjadi mahasiswa salah satu universitas ternama di Jakarta. Bukan cuma itu, universitas ku juga salah satu universitas terbaik yang ada di Indonesia, membanggakan bukan bisa menjadi salah satu orang-orang beruntung yang berhasil menjadi mahasiswa di kampus ini?

Program studi pilihanku adalah psikologi. Aku tertarik pada bidang ini karna masa laluku, aku hidup dengan keluarga yang tidak harmonis dan membuatku menjadi korban kedua orang tuaku. Aku tidak menyalahkan mereka atas apa yang terjadi, mungkin memang takdirku untuk menjalani kehidupan seperti ini.

Berbicara tentang masa lalu, aku teringat pada teman kecilku. Seseorang yang sangat aku rindukan setiap saat. Sepertinya ia tidak bisa dibilang sebagai teman kecilku, karena usia kami terlihat cukup jauh, mungkin ia sepantar dengan kakak pertamaku. Aku tidak terlalu ingat siapa dia, yang aku ingat hanyalah wajahnya, kenangan indah kami dan namanya, Jeje.

Disaat ayah dan ibuku bertengkar, aku pasti selalu menangis. Pada saat seperti itu, ia selalu datang untuk menghiburku. Aku masih ingat bagaimana ia datang menghampiriku disaat aku menangis dan bertanya, “Hai adik manis, kenapa kamu menangis?”. Aku menoleh ke arah sumber suara itu dan hanya menatapnya. Saat itu aku bingung, kenapa ada orang dewasa yang peduli dengan anak kecil yang menangis di pinggir jalan. Ia menyamakan tingginya dengan diriku, menatapku dan menghapus air mataku.

“Dimana rumahmu sayang? Kakak akan mengantarmu pulang”. Aku hanya menggelengkan kepalaku yang menandakan bahwa aku tidak ingin pulang. Siapa yang mau kembali ke rumah yang seperti medan pertempuran?

“Bagaimana kalau kau ikut bersamaku adik manis?”

Aku terdiam, tidak tau harus menjawab apa. Sebagai anak kecil aku tidak dapat menilai apakah ia orang yang baik atau jahat.

“Tenang, aku hanya ingin menjagamu. Kalau kau sudah siap untuk kembali, aku akan mengantarmu pulang”. Ucapannya terasa begitu tulus bagiku dan aku menuruti apa yang ia katakan.

Rumahnya tidak begitu jauh dari rumahku dan pastinya aku merasa nyaman. Bertemu dengannya membuatku merasa memiliki kakak baru. Ya, kakak baru untukku karena meski memiliki dua kakak namun aku merasa mereka tidak ada. Mereka jarang ada di rumah sepertiku, kami bertiga tidak merasa nyaman lagi berada di rumah itu.

Setelah bertemu dengannya aku merasa hidupku berubah. Biasanya aku selalu menangis sendirian di pinggir jalan namun sekarang aku punya rumah untuk pulang, kak Jeje terasa seperti rumah baru untukku. Ia selalu menemaniku walau terkadang ia sibuk dengan pendidikannya.

Hari berganti hari, kami menjadi semakin akrab. Namun disaat aku begitu nyaman berada di dekatnya, dia pergi tanpa kejelasan. Persis sama seperti yang kakakku lakukan, namun ia pergi untuk waktu yang lama bahkan aku tak tau apakah di masa depan kami akan bertemu kembali.

“Maaf aku harus meninggalkanmu Jungwoo. Aku harap suatu saat kita dapat bertemu lagi”

Saat itu tak tau harus bicara apa. Ia satu-satunya orang yang aku punya dan tempatku kembali dari medan pertempuran. Ia sudah menjadi rumah bagiku dan aku akan kehilangan rumah untuk yang kedua kalinya.

“Simpanlah ini dengan baik, Jungwoo. Lihat, aku memiliki bagiannya yang lain. Aku harap kedua kucing ini akan menjadi penanda bahwa kita harus bertemu lagi suatu saat nanti. Aku tak tau kapan waktu itu akan tiba, tapi aku yakin Tuhan itu baik”

Kalung JJ

Satu tetes air mata berhasil jatuh ke pipiku. Dari matanya, aku yakin ia sama sepertiku yang tidak ingin ia meninggalkanku.

“Jangan biarkan air matamu jatuh karna kepergianku. Jaga dirimu dengan baik, Jungwoo” ucapnya sembari menghapus air mata di pipiku dengan tangan lembutnya.

“Kak, kalo suatu saat kita ga ketemu gimana?”

Ia tersenyum, senyum yang sangat indah. Senyum yang mungkin adalah senyum terakhir yang aku lihat darinya.

“Jika Tuhan mengizinkan, kita akan bertemu kembali”

Hanya itu kata terakhir yang ia ucapkan. Semoga apa yang ia bilang benar, namun sampai saat ini aku belum menemukannya lagi.


JAEHYUN POV

'Kim Jungwoo? Apa dia Jungwoo-ku?' batinku memikirkan namanya sama dengan Jungwoo kecilku.

Aku sungguh penasaran dengan dia. Apa benar itu dia? Apa kau tau? Jungwoo kecilku mirip dengannya. Hanya saja, Jungwoo kecilku tidak memiliki pipi sebesar Kim Jungwoo itu. Tapi bagaimana kalau dia benar Jungwoo kecilku? Apa ini artinya kami dipertemukan kembali oleh Tuhan? Tapi... Saat ini dia menjadi mahasiswaku?

Karena aku sangat ingin mengetahui apakah ia Jungwoo kecilku atau bukan, aku membuatnya menjadi koor di setiap mata kuliahku. Dengan begitu aku bisa mendekatinya lalu aku akan mengetahui apakah ia Jungwoo kecilku atau bukan.

Satu tahun berlalu namun aku belum berhasil mendapat informasi apapun tentang dia. Apa yang harus aku lakukan agar aku setidaknya mendapat informasi tentang keluarganya. Mungkin memang dia bukan Jungwoo kecilku? Wajar jika aku tak menemukan apapun jika dia bukan Jungwoo kecilku.


“Pak Jaehyun”

“Ada apa Jungwoo?”

“Pak, apa bapak ga ngajar psikodiagnostik lagi?”

“Memangnya kenapa?”

“Gimana ya pak... Saya sama temen-temen ngerasa paham banget kalo bapak yang ngajarin kita. Apalagi di psikodiagnostik I kemarin kami dapet nilai A pak. Pokoknya kalo sama bapak enak deh langsung paham sama materi”

Benar juga. Kenapa aku tidak memikirkan itu sejak awal? Ini adalah ide yang bagus. Aku bisa mendapat informasi dari anamnesa dia. Dia harus masuk di kelasku.

Hari berganti hari, ini adalah saat yang aku tunggu. Praktek psikologi untuk para mahasiswaku yang mengharuskan mereka saling menganalisis satu sama lain. Sebentar lagi aku akan mengetahui apakah ia Jungwoo kecilku atau bukan.

Kim Jungwoo, anak ketiga dari tiga bersaudara. Ia memiliki hubungan yang tidak baik dengan ayah ibu dan kedua kakaknya. Subjek tinggal di asrama Neo University. Menurut pengakuannya, ia memilih tinggal di asrama karena ia tidak ingin berada di rumahnya.

Subjek mengaku semenjak masa kecil ia tidak banyak memiliki teman karena ia lebih suka menyendiri. Menurut pengakuannya, ia tidak perlu memiliki teman lain selain teman yang ia temui saat kecil yang bernama Jeje. Mengenai kehidupan percintaannya, subjek mengaku bahwa ia memiliki kelainan seksual sejak kecil. Ia berkata bahwa ia hanya pernah satu kali jatuh cinta selama hidupnya, namun cinta satu-satunya itu telah pergi meninggalkannya dan sejak saat itu ia tidak pernah mencintai siapapun lagi.

Begitulah isi anamnesa Jungwoo. Berarti memang benar jika Kim Jungwoo itu adalah Jungwoo kecilku. Sedih rasanya melihat isi anamnesa Jungwoo. Tidak, bukan hanya sedih namun juga menyakitkan. Sejak kecil ia terluka karna keluarganya, begitupun aku menyebabkan dirinya terluka untuk yang kedua kalinya seperti apa yang tertulis dalam anamnesa itu. Lalu jika memang dia adalah Jungwoo kecilku, apakah dia tau bahwa aku adalah Jeje? Apa selama ini dia menyadari keberadaanku atau justru dia telah melupakanku? Aku harus segera menemuinya.

“Permisi pak, bapak memanggil saya?”

“Duduklah Jungwoo”

“Terima kasih pak. Ada apa ya pak memanggil saya kemari? Apa ada sesuatu hal penting yang harus saya sampaikan teman-teman?”

“Apa sebelumnya kamu mengenal saya?”

“Maksud bapak?”

“Teman masa kecilmu?”

Ia terkejut mendengar perkataanku. Hening, begitulah beberapa saat setelah aku mengucapkan kalimat itu.

“B-bapak mengenal saya?”

Jungwoo berbicara dengan terbata-bata, aku bisa melihat kalau saat ini ia sedang gelisah.

“Jika bapak mengetahuinya, kenapa bapak tidak berpura-pura tidak mengenal saya?”

“Selama ini kamu tau?”

“Ya, saya tau”

“Jungwoo kalau kamu tau kenapa kamu ga bilang ke aku?”

“Buat apa pak? Sekarang bapak adalah dosen saya, bukan teman kecil saya”

“Jungwoo aku minta maaf. Maaf aku telah membuat luka untukmu. Apa kita tidak bisa seperti dulu?”

“Terima kasih pak, lebih baik jalani seperti yang ada sekarang. Apa ada yang ingin bapak sampaikan? Jika tidak, saya permisi”

Ia pergi. Bahkan ketika aku mulai ingin mencairkan suasana dengan mencoba menjadikan diriku sebagai temannya, ia tak berubah sedikitpun.


JUNGWOO POV

Yang benar saja? Setelah ia pergi tanpa kejelasan lalu sekarang ia ingin semuanya kembali seperti dulu. Memangnya dia siapa bisa seenaknya seperti itu? Terlebih saat ini hubungan kami hanya sebatas dosen dan mahasiswa. Apa yang akan orang pikirkan jika kami kembali seperti dulu? Masyarakat terlalu kejam untuk sesuatu yang tidak lazim.

Dia pikir aku tidak mengenalinya? Jelas-jelas ia tidak jauh berbeda dengan dirinya yang dulu. Aku mati-matian berusaha tenang saat berada di dekatnya, terlebih dia selalu memintaku untuk menjadi koordinator kelasnya.

Setiap saat ia selalu berusaha untuk mendekatiku. Padahal aku sudah berkata bahwa hubungan kami sekarang bukan seperti dulu lagi. Lagipula orang mana yang mau kembali ke orang yang sudah meninggalkannya tanpa alasan yang jelas? Terlebih dia adalah orang yang sangat kau puja. Aku sampai tak berani menaruh hati ke siapapun setelah kepergiannya. Aku hanya takut orang tersebut menjadi miliku sementara lalu meninggalkanku.


3 tahun berlalu, kini aku telah lulus dari tempat yang kembali mempertemukanku dengannya. Tentang Jaehyun? Jangan ditanya. Tuhan begitu lucu membuat skenario hidup untukku. Selama 4 tahun aku terjebak dengannya. Bukan hanya aku yang selalu menjadi koordinator kelasnya, namun aku juga menjalankan tugas akhirku dengan dia. Ya, dia adalah dosen pembimbingku. Bayangkan setiap saat lebih intens bertemu dengannya, bahkan sampai mendatangi rumahnya hanya untuk bimbingan.

Selama aku menjalankan tugas akhir, entah mengapa aku menjadi lebih luluh. Diriku yang tadinya tetap bersikap formal di depannya, bisa menjadi lebih informal. Kau tau bahwa Jaehyun pernah berbicara ‘aku’ saat awal dia bertanya apakah aku mengenalinya. Dia selalu seperti itu saat bimbingan, terlebih saat di rumahnya. Dia juga akhirnya menceritakan apa alasan ia pergi.

Aku masih sedikit tak percaya dengan perkataannya. Dia berkata bahwa ia pergi karna ia takut aku jatuh semakin dalam. Lucu bukan? Ia bahkan lebih mengetahui perasaanku. Seorang anak yang jatuh hati pada orang dewasa. Benar-benar tidak masuk akal tapi itu terjadi padaku. Bukan cuma aku, bahkan ia juga menaruh hati padaku. Pantas saja sejak awal aku bertemu dengannya ia selalu berusaha mendekatiku dan meminta agar semuanya kembali seperti dulu.

Setelah kelulusanku kami memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius, dia melamarku! Seorang Jeje, maksudku Jung Jaehyun berhasil meyakinkanku bahwa ia tak akan meninggalkanku untuk yang kedua kalinya. Aku percaya padanya karna sejauh ini aku merasa bahwa Tuhan memang menakdirkan aku dan Jaehyun. Tuhan telah membuat skenario hidup untuk kami berdua. Tak peduli seberapa jauh usia kami, sejauh apapun jarak yang memisahkan kami, pada akhirnya kami akan bersama karna aku yakin bahwa kami sudah dalam suatu ikatan takdir.

JJ

Fin. 🌙